Nama :M ARDAN SYAHRUDIN ZUHRI
Kelas :IX-H
No :40
Tgl/lhr :8 Febuari 1997
Hobi :SEPAK BOLA
Mafor :Nasi Goreng
Mifor :Soda Gembira
Kesan :Jangan putus asa untuk mencapai cita-cita
Pesan :Belajarlah dengan sungguh-sungguh
Senin, 05 Maret 2012
Jumat, 02 Maret 2012
Tari Rudat, Tradisi yang Merakyat
Sejak
awal perjumpaannya, agama senantiasa bernegosiasi dengan tradisi. Agama
mempengaruhi tradisi lokal, demikian juga sebaliknya.
Pada
awalnya, tari rudat tumbuh dan berkembang di pesantren sebagai sarana dakwah.
Seiring berjalannya waktu, tarian ini menjadi tarian rakyat. Tak heran, kita
pun bisa dengan mudah menjumpainya di daerah Kuningan, Banten, Lampung, bahkan
di Karangasem Bali. Di Lombok Timur, tarian ini
bahkan bisa dijumpai hampir di setiap Kecamatan.
Sampai
kini, tidak diketahui secara pasti, asal-usul tari rudat dan siapa penciptanya.
Sebagian berpendapat, tari rudat merupakan
perkembangan dari zikir saman dan burdah, yaitu zikir yang disertai gerakan
pencak silat.
Burdah adalah nyanyian yang diiringi rebana.
Tradisi ini banyak berkembang di lingkungan pesantren tradisional. Sedangkan
zikir saman adalah gerakan-gerakan yang diiringi zikir tanpa musik. Tradisi ini
tumbuh subur di Aceh.
Zikir saman itu
terdiri dari tiga tahapan. Pertama, menceritakan masalah haji. Kedua, melakukan
gerakan mirip askar (tentara). Gerakan ketiga, ungkapan
kegembiraan. Dalam tari rudat, yang biasa dipakai hanya tahapan kedua.
Konon, tarian ini berasal dari Turki yang masuk
bersama penyebaran agama Islam di Nusantara pada abad ke-15. Oleh karena itu,
kostum tarian ini banyak dipengaruhi pakaian serdadu Turki dan sangat kentara
warna Islamnya, terutama dalam lagu dan musiknya.
Secara terminologi, rudat berasal dari kata
“raudhah” yang berarti taman bunga. “Raudhah” juga digunakan untuk menyebut
taman nabi yang terletak di masjid Nabawi, Madinah. Jumlah pemain tari rudat dibatasi
jumlahnya, berkisar antara 12 sampai 24 orang, mulai
dari penabuh waditra, penari, dan penyanyi.
Mereka
berdandan ala prajurit. Berbaju lengan panjang warna kuning, celana sebatas
lutut warna biru. Dan berkopiah panjang mirip aladin, warnanya merah dan
dililit kain warna putih, yang disebut dengan tarbus. Kostum
seragam ini menandakan bahwa mereka harus hidup rukun dengan tetangga.
Dari segi
kostum, tarian ini terbagi dalam dua bagian. Barisan depan berjumlah empat
orang memakai kostum lengkap dengan atributnya. Berselempang, bertopi miring
mirip perwira, dan berkacamata hitam. Barisan belakang berjumlah 17 orang,
berselempang merah menyala, berkopiah hitam. Adapun komando atau pemimpin tari
ini biasanya berada di urutan paling depan, dengan memegang pedang.
Kemudian
diiringi dengan melodi dan irama seperti lagu Melayu. Syairnya berbahasa Arab,
ada pula yang berbahasa Indonesia. Adapun alat-alat musik yang digunakan di
antaranya, rebana, jidur (rebana besar), trenteng (drum kecil), dap, mandolin,
dan biola.
Dari segi gerak, rudat menggunakan gerakan silat, namun
unsur tenaga tidak banyak mempengaruhi. Gerakan ini menunjukkan sikap waspada
dan siap siaga prajurit Islam tempo dulu.
Oleh karena
itu, tarian ini banyak menggunakan gerakan tangan dan kaki. Tangan diayun ke
kanan kiri, mirip gelombang. Sesekali pemain juga melakukan gerakan memukul,
menendang, menangkis, dan memasang kuda-kuda.
Formasi
berikutnya adalah memutari lapangan. Sambil terus menyanyi dan diiringi musik
yang sangat meriah. Sang pemimpin atau komando terus memberikan aba-aba sambil
memperagakan gerak-gerak silat dan mengacung-acungkan pedang.
Pementasan
tari rudat memiliki tiga bagian. Pertama, pembukaan atau ucapan salam/hormat.
Syair yang diucapkan, “Tabik tuan-tuan, tabik nona-nona, mulailah bermain di
hadapan tuan-tuan melihat keramaian. Kedua, bershalawat. Syairnya,
“E, Allah hibismillah. Loh, Allah ya Allah Ya Allah hu.” Ketiga, penutup
sekaligus permintaan maaf kalau ada salah laku dan ucap selama menari.
Rudat Banten
Seni rudat mulai
ada dan berkembang di Banten pada masa pemerintahan Sinuhun Kesultanan Banten
II, Pangeran Surosowan Panembahan Pakalangan Gede Maulana Yusuf (1570-1580
M).
Tidak banyak
yang mengetahui seluk beluk tari rudat, karena hanya sedikit sesepuh yang masih
hidup sampai sekarang. Di samping itu, naskah yang berisi sejarah rudat dan
nilai-nilai filosofis rudat pun hanya dimiliki oleh satu sampai dua orang.
Salah satunya merupakan anak dari mendiang pemilik naskah yang menjadi sesepuh
di Banten.
Namun demikian,
warga Banten meyakini bahwa rudat sebetulnya jurus silat yang dikembangkan
menjadi tarian, diiringi musik dan shalawat. Seni tradisional Banten ini
menjadi rangkaian utama, tatkala Kesultanan Banten mengadakan hajat besar atau
dalam acara penyambutan tamu kehormatan yang berasal dari mancanegara.
Pasang surut
Seni rudat Banten sangat erat kaitannya dengan sejarah Kesultanan Banten. Saat
kedatangan Belanda, Seni rudat malah terkubur. Yakni pada masa kepemimpinan
Sinuhun Kesultanan Banten IV, Pangeran Panembahan Maulana Abdulmufakir Mahmudin
Abdul Kadir (1596-1651 M).
Seni tradisional
khas Banten ini benar-benar dilarang Belanda. Karena dicurigai sebagai ajang
untuk mengumpulkan masa, berlatih bela diri, dan menghimpun kekuatan untuk
menentang Belanda.
Kemudian Syekh
Nawawi al-Bantani membangkitkan kembali tari rudat lewat muridnya yang berasal
dari Sukalila, bernama Kyai Sulaiman. Sejak itu, rudat dijadikan media penyebar
ajaran agama Islam. Sampai kini, tari rudat diwariskan secara turun-temurun
selama lima generasi di desa Sukalila.
Desa Sukalila
merupakan induk dari beberapa kelompok seni rudat. Di sinilah seni rudat asli
Banten berakar dengan kuat. Warga desa ini menjadi satu dengan tradisi rudat.
Mulai dari anak-anak hingga orang lanjut usia gemar memainkan kesenian
tradisional khas Banten ini.
Syair Rudat
Yang paling
menonjol dalam pementasan seni rudat adalah perpaduan unsur tari, olah
kanuragan, dan shalawat. Pementasan diawali dengan lantunan shalawat
As-Salam yang mengiringi masuknya penari. Selanjutnya, mereka menari
diiringi musik dan lantunan syair rudat, yang diyakini sebagai peninggalan
ulama Banten saat melakukan penyebaran agama Islam.
Syair yang biasa
digunakan untuk mengiringi penari rudat di antaranya adalah Thalab-Naba,
Khasbiyun,Ya khayyu ya Qayyum. Syair utamanya adalah Shalawat As-Salam,
Khasbiyyun, Ya Khayyu Ya Qayyum, dan Shalawat Penutup yang akan mengiringi
penari rudat keluar.
Jika diresapi
secara mendalam, syair rudat memiliki makna batin yang kuat. Misalnya syair, “Ya
Khayyu ya Qayyum, La khaula wa laa quwwata illa billahi aliyyil adzim.”
Syair ini memiliki arti bahwa tiada daya dan upaya tanpa hidayah dan izin
Allah.
Syair rudat
mengisyaratkan munajat dan kepasrahan total akan keterbatasan manusia. Gerakan
tariannya juga demikian, tiap tembang yang dilantunkan akan memiliki gerakan
yang berbeda.
Tidak ada
prosesi khusus yang dilakukan sebelum mementaskan rudat. Beberapa hal yang
harus dimiliki oleh pemain rudat adalah tekun berlatih, ketulusan hati, dan
kebersihan batin. Selanjutnya, secara khusus semua penabuh alat musik
(pemusik), penari, dan pelantun tembang harus dikasih ijazah oleh sesepuhnya.
Kini, tarian Rudat banyak
ditampilkan pada upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra’ Mi’raj,
Khataman Al-Qur’an, gebyar Muharam, Hari Raya Idul Fitri, dan Hari besar Islam
lainnya. Atau dipertunjukkan dalam acara hiburan di lingkungan pesantren,
upacara perkawinan, dan khitanan. Karena memang, norma agama akan menjadi
kering tanpa tradisi, seni, dan budaya.
Budaya Presean Lombok
|
|
Budaya Peresean adalah salah satu budaya yang terbilang "keras" karena dalam Budaya ini pemainnya (Pepadu) akan memperlihatkan sebuah aksi-aksi saling pukul sampai salah satu dari mereka mengeluarkan darah segar, Walaupun demikian budaya yang penuh dengan "kekerasan" itu masih di lestarikan hingga saat ini.
Keunikan dari Budaya Peresean ini bisa anda saksikan ketika para Pepadu (Petarung) sudah memulai aksi saling pukul-memukul dengan menggunakan Penjalin (Rottan), pada saat pertarungan dimulai para penabuh akan memainkan sebuah alat musik tradisional Pulau Lombok, sehingga pertarunganpun berlangsung dengan gaya lenggak-lenggok dari kedua Pepadu (Petarung) seirama dengan alat musik tradisional yang di mainkan oleh para penabuh, Pepadu (Petarung) saling menghalau dan memukul lawan sampai salah satu dari mereka mengeluarkan darah karena bocor ataupun ada salah satu dari mereka yang menyerah.
Budaya Peresean bermula dari luapan emosi para prajurit di jaman kerajaan taun jebot, setelah para perajurit kerajaan berhasil mengalahkan lawan di medan peperangan. Hingga saat ini Budaya Peresean masih di lestarikan dan di budayakan oleh masyarakat suku sasak dengan tujun untuk menguji keberanian atau nyali Teruna (Pemuda) sasak selain itu juga tujuan utama di lestarikannya Budaya Peresean ini adalah untuk menarik minat dari wisatawan mancanegara dan juga wisatawan lokal.
Kesenian tari jangger ini masih dipertahankan
sebagai tontonan yang biasanya dipentaskan pada acara perkawinan,
sunatan, ulang tahun dan Iain-lain. Kesenian ini merupakan tarian yang
dilakukan oleh perempuan yang melantunkan tembang-tembang yang di iringi
oleh musik gamelan Lombok.
Kesenian
tari jangger ini sekarang pementasannya tidak hanya dilakukan pada acara
tertentu saja melainkan sudah masuk dalam agenda yang dilakukan di
kantor-kantor atau hotel-hotel dalam rangka menghibur para tamu.
Langganan:
Postingan (Atom)